[CINETALK] Anne with an E: Serial Netflix Menggelitik Isu Sosial

Sekar Ayu Trisetyanti
5 min readNov 1, 2020

--

Anne with an E’s billboard

Peringatan!!

Hati-hati, tulisan ini banyak mengandung spoiler sehingga dapat menyebabkan kesel sendiri!

Anne with an E, mungkin sebagian dari kalian sudah tidak asing mendengar judul serial Netflix itu dan sebagian lainnya masih bertanya-tanya apa itu Anne with an E. Kalau Anne tanpa E jadinya Ann dong? Yak betul. Judul ini diambil dari episode pertama season pertama yang rilis pada tahun 2016 ketika Anne memperkenalkan dirinya, “My name is Anne, with an E”. Serial ini diadopsi dari buku berjudul “Anne of Green Gables” karya Lucy Maud Montgomery.

Serial ini bercerita tentang seorang anak perempuan yatim-piatu bernama Anne-Shirley, yang diadopsi oleh keluarga Curtbert dari Green Gables. Namun sayangnya, keluarga Curtbert menginginkan adopsi anak laki-laki agar bisa membantu mengurus ternak dan kebun. Dengan berat hati mereka akhirnya menerima Anne apa adanya sampai akhirnya mereka tidak mau kehilangan Anne.

Long story short, Anne menempuh pendidikan di satu-satunya sekolah di Avonlea. Hari Pertama sekolah hampir semua murid menganggap Anne aneh kecuali Diana, teman pertanamnya di Avonlea. Karena Anne selalu punya imajinasi hebat yang tidak bisa ditandingi oleh anak seumurannya pada masa itu, dia suka membaca buku dan memuja romantisme secara berlebihan. Tapi hal itu juga yang menjadikan Gilbert Blythe, cowok idaman satu sekolahan ini tertarik dengan Anne. Cieeeeeeeeee…. Oke tapi bukan ini yang mau kita bahas, hehe

Itu cerita singkat dari serial ini, terus kenapa judul artikelnya gitu, Kar? Hmm.. oke, banyak banget yang bisa gue highlight dari serial ini, termasuk isu sosial yang dari jaman dulu sampai sekarang masih banyak banget dibahas di mana-mana. Isu sosial ini diantaranya, Ras, Suku, Budaya, Kesetaraan gender, LGBTQ+, dan banyak lagi. Sepertinya semua itu ada di series ini dan dikemas dengan epic.

Awal menonton series ini udah terasa banget feminism-nya, ketika Anne menolak untuk dipulangkan pada episode awal, dia bertanya pada Marilla Churtbert, mengapa pekerjaan berkebun dan berternak hanya untuk laki-laki, apa sebagai perempuan dia tidak berhak untuk membantu pekerjaan seperti itu. Well, gue setuju sama statement Anne dan ngerasa dia keren banget berani ngomong begitu, pada masa itu.

Isu kesetaraan gender di serial ini semakin berkembang dan menohok di season ketiga, ketika guru baru di sekolah mereka adalah seorang perempuan. Muriel Stacy, atau dipanggil Miss Stacy, seorang guru perempuan yang tangguh dan hebat di mata murid-muridnya namun mendapat pandangan buruk dari masyarakat Avonlea karena penampilannya yang “tidak biasa”. Miss Stacy gemar melakukan pekerjaan laki-laki, menyulap sepeda kayuhnya menjadi sepeda motor, dan mengenakan celana di beberapa acara, yang dimana pada masa itu, perempuan yang memakai celana dianggap tidak sopan dan meniru laki-laki. Tidak hanya sampai di situ, Miss Stacy pun memperkenalkan teknologi printing koran kepada muridnya. Serta mengajar bagaimana menulis artikel untuk dipublikasikan melalui koran. Anne sebagai pecinta karya sastra sangat antusias dengan hal ini, sampai pada suatu hari ada kejadian pelecehan seksual yang dilakukan oleh Billy terhadap Josie yang membuat Anne geram dan diam-diam menulis artikel tentang harga diri perempuan. Saat warga Avonlea menemukan artikel itu, semua orang membicarakan Billy dan Josie serta memboikot Anne agar tidak lagi menulis artikel yang “tidak sopan” seperti itu.

Semua orang marah pada Anne, kecuali Miss Stacy dan Gilbert. (greget bgt disini sumpah). Semuanya menjauhi dan menyalahkan Anne karena menulis artikel yang “tidak sopan”, termasuk orang tua Jossie, bukannya malah belain anak perempuannya, malah menyalahkan karena pergaulannya ga bener dan “memalukan keluarga” PFFFFT. Seems familiar dengan lingkungan sosial sampai saat ini bukan?

Eits gasampe disitu doang. Ada banyak isu lain salah satunya LGBTQ+. Ini sih gak asing lagi di serial TV barat, hampir semua angkat isu sosial ini sebagai bentuk dukungan dan penerimaan terhadap masyarakat. Uniknya di Anne with an E, isu LGBTQ+ ini dikemas secara implisit, hanya menggunakan istilah-istilah yang dimana kalau nontonnya ga serius ga bakal ngeh.

Isu pertama, Cole, laki-laki teman sekelas Anne, yang suka bergaul dengan anak-anak perempuan bahkan bantuin Anne kepang rambut. Iya, dia dibully sama anak laki-laki lain dan gurunya sendiri, Mr. Philips. Cole baru mengakui dia “berbeda” ketika dia bertemu Aunty Jo, bibi Diana yang tinggal di kota. ternyata Aunt Jo suka sama perempuan, a bit shocking sih. Sampai pada saat Cole di sekolah, dia ga sengaja bertatap mata sama Mr. Philips. Oh my… ternyata Mr. Philips juga berbeda gengs, tapi gengsi mau ngaku dan malu sama masyarakat kalo dia beda. Selain itu karena dia udah lamaran sama Prissy, muridnya sendiri. Cole sendiri is a good boy, indeed. Tapi lingkungannya gak bisa menerima dia akhirnya dia dirawat oleh Aunt Jo dan menemukan jati dirinya.

Dan terakhir masalah perbedaan suku dan ras. ada dua fokus dalam satu serial ini. Pertama, penerimaan masyarakat white people ke coloured people. Ini kelihatan banget pas bagian Gilbert yang setelah ditinggal ayahnya meninggal harus berkelana mencari jati dirinya. Akhirnya dia kerja di kapal dan bertemu Sebastian, menjadi buruh di kapal bersama coloured people yang lain. White people selalu keliatan “ilfeel” sama mereka, menganggap mereka kotor dan gak berguna. Nekad karena Gilbert selalu dapet surat dari Anne tentang Avonlea, akhirnya Gilbert pulang dan ngajak Sebastian untuk tinggal di Avonlea. Tatapan orang-orang Avonlea ke Sebastian juga sama, jijik dan menganggap rendah. Sampai akhirnya semua masyarakat tau kalo Sebastian baik dan gak bermaksud apa-apa di Avonlea, dia cuma bantu Gilbert mengurus ternak dan kebun punya ayahnya karena dia gak mau jadi farmer.

Yang kedua, suku asli America, Suku Indian. Bikin miris banget disini, suku asli harus tinggal di tengah hutan jauh dari keramaian, mereka masih berburu, rumah dibangun dari kayu yang dibentuk kerucut, tapi mereka pengerajin yang hebat. Tapi, mereka harus siap dengan datangnya bahaya karena sewaktu-waktu bakal diserang oleh manusia-manusia peradaban modern yang sebenernya ga punya adab…… Sama kayak coloured people, suku Indian di serial ini juga dipandang sebelah mata oleh masyarakat Avonlea. Again, time’s reveal anything, goods or bads.

Serial ini mengajarkan banyak hal buat gue pribadi. Yang baik-baik di jadikan contoh, yang jeleknya jangan ditiru. Ada isu sosial dari serial ini yang ketinggalan gak ya? Coba komen di bawah hehe

the last one, my favorite words from this series:

“None but you is allowed to dictate what you’re worth” — Anne Shirley-Curtbert

*pardon my very first post, hope it’ll get improved by the time.

--

--

Sekar Ayu Trisetyanti
Sekar Ayu Trisetyanti

Written by Sekar Ayu Trisetyanti

Interested in UI/UX Design & Graphic Design, but also love to writing about movie/series that I just finished.

No responses yet